DIARY PERSAHABATAN-KU
Nama ku Alinda. Biasa di sebut Alin. Aku baru kelas 3 SMP. Umur ku juga baru 14 tahun. Aku punya empat orang sahabat, yang sering di panggil dengan sebutan Linda, Gita, Bella dan Felanda. Kebetulan rumah kami berlima berdekatan. Dan kami sudah cukup lama kenal. Mungkin kalau di ingat-ingat lagi, kami udah kenal mulai dari kelas 4 SD.
Kejadian ini udah mulai dari kemaren, pas bertepatan ada Pondok Ramadhan di sekolah.
“Alin? Kenapa kamu kok murung gitu?” Tanya Afik padaku.
“Emm? Gak papa kok fik,” Jawabku meyakinkan.
Afik lalu menoleh pada teman sebelahnya.
“Eh, Rik ! Kenapa sih Alin? Kok diem mulu. Kan gak biasanya tuh anak diem kayak gitu,” Tanya Afik sambil berbisik.
“Iyo yo, biasanyakan si Alin itu pecicilan (banyak tingkah) anaknya. Kalau gak pecicilan iya kadang suka ketawa enggak jelas gitukan?” Balas Erika pada Afik.
“Lha ! iya itu mangkannya Rik. Anehkan?” Afik masih bingung padaku.
“He`em,” Jawab Erika singkat.
Arin yang sedari tadi serius mendengarkan ceramah dari guru sambil mencatat apa yang di jelaskan oleh guru itu. Terusik oleh pembicaraan Afik dan Erika. Akhirnya dia bertanya pada Afik.
“Heh ! Ngapain aja sih? Kok bisik-bisik sama Erika,” Arin bertanya sambil memukul tangan Afik.
“Aduh ! Itu, si Alin. Diem mulu,” Jawab Afik sambil memegang tangan yang tadi dipukul Arin.
“Emang kenapa itu anak? Kok tumben buanget diem kayak patung gitu,” Balas Arin gak menghiraukan lagi ceramah dari sang guru.
“Enggak tau juga iya,” Afik menjawab dengan wajah tak menentu.
“Emm, kalau gitu biarin aja deh tuh anak. Barangkali lagi mikirin sesuatu. Paling-paling, tuh anak tarkan juga balik kayak biasanya. Katawa-ketawa gak jelas lagi,” Kata Arin dengan membalikan muka dengerin guru ceramah lagi.
Ceramah demi ceramah berlalu. Guru demi guru bergantian. Aku tetep aja ngelamun.
“Aku gak bisa sama sekali konsen sama pembicaraan guru yang berdiri di panggung aula. Bener-bener gak bisa konsen ! Aku cuma bisa ngerasain rasa sakit itu,” Batinku dalam hati dan hampir meneteskan air mata.
“Alin, mukamu kok pucet gitu?” Tanya Amy padaku.
Amy tanpa sepengethuanku, dia terus mengamatiku. Lamunanku yang dari tadi terus berputar di kepalaku, hilang seketika karena pertanyaan Amy.
“Ha? Iya tah My?” Terbangun dari lamunanku.
“Iya, Alin. Pucet itu mukamu. Kenapa sih kamu?” Amy menjelskan dan masih dengan pertnyaannya.
“Emm? Gak taulah, mungkin karena mikirin orang yang gak penting !” Aku sedikit terbuka.
Selang beberapa waktu dari pertanyaan Amy, aku dapet sms dari my boy friend yang isinya “Loh, kenapa kamu bete sayang?”. Membaca pertanyaan itu, aku membalas dengan mata yang berkaca-kaca “Kebanyak mikir orang-orang yang gak penting !”. Lalu entah mengapa dia gak bertanya ‘kenapa?’ padaku. Balasannya gak sesuai harapanku.
“Iya sudah anak-anak, sekarang berbaris sesuai kelas kalian masing-masing. Nanti kelas yang paling rapi dan kiri kanannya udah bersih, nanti boleh pulang duluan, ” Kata Pak Anas gutu Agamaku yang berdiri di panggung aula.
Mendegar perkataan Pak Anas, kami semua lalu berbaris sesuai dengan kelas masing-masing. Ingin segera pulang. Kelas ku yang terpilih pertama. Temen-temen sekelas ku segera menuju pintu keluar aula sekolah.
“Suasana hatiku bener-bener kacau !” Batinku sambil mengambil sepatu dan berlalu meninggalkan aula sekolah, tanpa menunggu teman-teman.
“Loh, Alin !” Suara Afik masih bisa terdengar olehku.
Sampailah di kelas yang masih sepi.
“Alin? Kamu kenapa sih? Kok dari tadi aku perhatiin kamu diem mulu,” Tanya Afik khawatir.
“ Iya, kan tumben-tumbennya kamu kayak gini,” Amy menambahkan.
“Emm? Gak papa,” Jawabku sambil menggelengkan kepala.
“Iya udah iya. Aku tak pulang dulu,” Kataku, ingin segera mengakhiri pembicaraan.
“Eh?” Afik ingin mencegah.
Sampek di pertengahan jalan mau keluar sekolah, Aku ketemu sama sahabat-sahabat ku. Sebenernya sih aku tau kalau di situ ada mereka. Tapi, karena suasana hati ku lagi bad mood, aku males nyamperin (ketemu) mereka. Dan aku jadi pura-pura gak ngeliat kalau ada mereka.
“Alin !” Panggil Gita.
“Hm?” Aku hanya menoleh lalu mengagkat kepalaku. Dengan muka yang lagi gak enak.
Kami hanya saling menatap. Karena tak ada jawaban, aku jadi ninggalin mereka.
“Aliiiiiinnnnn !!!” Teriak Gita memanggilku.
Aku sebenernya denger teriakan Gita, Tapi aku lagi bener-bener males sama mereka. Jadi aku gak ngereken teriakan Gita. Aku sambil jalan, sms mama untuk minta dijemput. Aku nunggu mamanya di depan sekolah, sambil memegang tiang yang berada pas di samping pagar. Tiba-tiba mereka pada dateng.
“Alin ! Kamu itu di tungguin ! Malah ninggal kita !” Gita dateng langsung ngomong gak pakek titik.
“Iyo i Alin ! We Waaa.. waa,” Kata Felanda.
“We waiting you !” Gita membenarkan.
“Oh, iyo. Itu maksutku,” Felanda membenarkan maksut ngomongannya.
Aku hanya noleh dan menatap Gita, lalu Felanda. Gita dan Felanda terdiam sesaat.
“Kamu kenapa Alin?” Tanya Linda padaku.
“Gak papa,” Jawabku singkat.
Setelah pembicaraan singkat itu, kami semua terdiam. Aku terus menoleh kanan kiri. Menunggu mama ku untuk menjemput. Akhirnya mama datang menjemput membawa mobil.
“Aku pulang duluan iyo,” Bicaraku singkat dengan tatapan gak enak.
“Iya,” Balas mereka.
“Mau ikut bareng gak? Kalau mau, ayo !” Aku menawarkan dengan tatapan masih gak enak.
“Gimana? Ikut gak all?” Linda bertanya.
“Iya udah ! Ayo ikut !” Jawab Bella pasti.
Kami semua naik. Dan pulang bersama.
“Mah, anak-anak ikut iya? Sambil nyari les,” Ijinku sambil menawarkan.
“Iya udah. Ayo,” Mamaku mengijinkan.
“Tante.. Tante..” Sapa mereka pada mamaku.
Muter-muter sambil nyari les. Gita, Bella, Linda sama Felanda ketawa, bercanda dikursi belakang mobil. Aku hanya diam saja, gak tau apa yang mereka bicarakan. Karena aku gak pernah diceritain tentang lelucon yang diketawakan mereka. Tapi, aku tetap aja ikut ketawa. Ketawa tipis.
“Kenapa saat denger kalian ketawa bareng kayak gini, perasaanku yang semula suram. Tiba-tiba terang. Padahal aku sekarang lagi bener-bener males sama kalian. Lagi bener-bener gak mau liat muka kalian ! Tapi kenapa selalu kayak gini?” Batinku dalam hati, dan aku selalu gak bisa ngartiin perasaan apa itu.
“Jeng (panggilan ku di rumah) gak ketemu tempat lesnya. Nyarinya di lanjutin besok aja iya? Mama lagi banyak tugas buat besok di kumpulin di sekolahan,” Kata mamaku menyarankan.
“Loh mah !” Jawabku sedikit kecewa.
Karena belom ketemu tempat lesnya. Gita, Bella, Linda dan Felanda di anter ke rumah mereka masing masing.
“O..op, tante.” Kata Linda memberitau mamaku untuk berhenti.
Setelah berhenti di tempat yang linda maksut, Gita dan Linda turun. Aku hanya melihat dari depan jok mobil.
“Iya udah tante, makasi iya. Rek, duluan iyo.” Sapa Linda sambil membuka pintu mobil.
“Loh Git ! Kamu gak turun tah?” Tanya Felanda polos.
“Lah kalian gak turun dulu, kan aku kepepet di tengah ini,” Jawab Gita bingung.
“Oh, iya seh,” Kata Felanda.
“Hahaha.. Gak mau turun itu Gita. Wes tag bawa pulang aja,” Mamaku bercanda garing.
“Loh, Te.. Jangan. Tar kalau aku di bawa, banyak yang nyariin aku. Kalau banyak yang kengen sama aku gimana?” Jawab Gita PD banget.
“Yeeee,…. PD-nya talah kamu itu Git Git.” Aku reflek.
“Bel ! Turuno dulu sana loh. Kamu lag duduk di deket pintu a,” Felanda baru sadar.
“Lah kamu Git, gak mau bilang lag mau turun,” Balas Bella apa adanya sambil membuka pintu dan turun dari mobil.
“Lah kamu Bel, gak mau tanyak ke aku dulu,” Jawab Gita sewot.
Kami lalu tertawa bersama-sama. Linda yang sedari tadi gak ada kabarnya, rupanya dia balik lagi buat minta temenin Gita di situ.
“Iya wes. Makasi tante. Rek ! Aku duluan iya,” Sapa Gita pada kami semua.
“Iya, ti-ati Git,” Kata kami bersama.
“Git ! Temenin aku,” Kata Linda sambil menarik tangan Gita.
“Ngapain seh?” Tanya Gita bingung.
“Rumahku ke kunci, aku gak bisa masuk Git. Temenin?” Ajak Linda manja.
“Hahahahha.. Kok bisa itu loh?” Gita ketawa ngakak.
“Enggak tau Git.” Jawab Linda bingung.
“Iya udah. Ayo aku temenin.” Gita langsung narik tangan Linda balik.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan.
“Hayo, kalian mau turun dimana? Apa mau tante bawa pulang aja?” Tanya mamaku dengan candaan garingnya.
“Loh, iya jangan no tante.” Jawab Bella dan Felanda reflek.
“Hahaha..” Aku sedikit tertawa.
“Nah, sini aja tante. Duluan Fel. Tante, Alin, makasi iya.” Sapa Bella pada kami.
“Iya, masama Bel.” Balasku.
“Felandanya mau turun dimana?” Tanya mamaku.
“Agak kesanaan aja loh mah.” Jawabku.
“Dah, sini aja gak papa wes.” Kata Felanda memberi tau.
“Mah ! Oop…” Kataku mengingatkan mama.
“Oh iya. Maaf kelewatan.” Balas mamaku sambil mesem-mesem.
“Hehe.. Iya, gak papa te.. Alin, Tante makasi iya,” Sapa Felanda sambil membuka pintu dan turun.
Sampailah aku dirumah. Malamnya, aku buka situs Facebook untuk menulis status “Tengkar wes ! Tengkar !”. Ku tulis status itu karena aku tadi abis tengkar sama my boy friend. Selang beberapa menit Felanda mengcomment “Siapa Alin?”. Lalu aku balas “Itu, si ***a (urfa), nyebelin banget dia !”. Entah kenapa dia balas “Hahah.. Sama kayak kamu Alin !”. Entahlah terasa sesak di dada. Lalu aku bales dengan mata yang berkaca-kaca “Iy, makasi ! ”. Felanda balesnya agak lama “Masama Alin”. Lalu secara reflek, aku bales dengan tanda senyum “”. Dengan jawaban yang Felanda jawab, aku langsung buat status lagi “Gitu iya, jawaban seorang SAHABAT !!!! ”. Entah kenapa, tiba-tiba air mataku menetes. Padahal, bukan jawaban itu yang aku harapkan. Aku mengharapkan Sahabatku itu bisa aku ajak berbagi cerita sedikit. Senggaknya, tanya ‘Kenapa?’ gitu ajakan bisa. Tapi, kenapa malah ngilokno (ngejek) aku. Di malam itu, air mataku terus mengalir.
“Iya Allah, sahabat model apa kayak gitu itu ! Baik cuma kalau ada butuhnya aja ! Deketin sama ngajak ngomong kalau ada maunya aja !! Kalau aku lagi butuh mereka, mereka mana pernah ada buat bantu aku !! Mana pernah ada buat ngasih saran atau solusi ke aku !! Gak pernahkan !!” Aku bicara sendiri dengan air mata yang masih mengalir.
Abis aku ngomong kayak gitu. aku tambah berantem sama pacarku. Gara-gara aku gak mau terbuka tentang masalah yang aku hadepin sekarang ke pacarku itu.
“Iya Allah ! Nambah lagi ! Belom kelar juga rasa sakit hatiku ! Kamu (pacarku) ini juga, bukannya ngehibur biar aku bisa senyumlah seenggaknya ! Kamu tambah nambahin masalah di aku !” Kataku marah-marah di dalem kamar.
“Bener-bener rasanya cuma kayak dimanfaatin sama kalian (sahabat-sahabatku) doang ! Kalian itu kayak gak pernah nganggep aku itu SAHABAT-nya kalian ! Pas kalian butuh temen curhat, aku selalu berusaha biar aku ada buat kalian ! Kalau kalian lagi ngehadepin suatu pilihan yang susah, aku berusaha buat ngasih saran sama solusi ke kalian ! Supaya kalian bisa milih pilihan yang tepat dan terbaik buat kalian ! Tapi kalian ke aku? Gak pernah !!! Aku itu juga sahabat kalian rek ! ” Kataku sampai-sampai aku mengeluarkan air mata.
“Aku harus berapa kali seh, nangis gara-gara kalian !? Tapi, apa kalian pernah nangis gara-gara aku? Iya Allah..” Kataku sambil menarik nafas dalam-dalam.
“Udah.. udah Alin.. Kamu ngapain nangis buat mereka? Merekakan belum tentu jugakan, nangis sampek kayak gini gara-gara kamu? Udah, udah, jangan nangis. Masa cuma gara-gara masalah kayak gini aja kamu sampek nangis Alin? Kamu harus KUAT !” Kataku sambil nenangin diriku sendiri.
Setelah aku ngeluarin unek-unek yang aku rasain saat itu, aku langsung tertidur lelap di atas kasur di temani boneka ku, si tuit. Besok paginya, aku bangun dengan mata yang sembam gara-gara dia nangis kemaren.
“Loh, Jeng? Matamu kenapa? Kok bengkak kayak orang yang abis nangis aja,” Tanya mamaku khawatir.
“Loh ! Iya tah mah?” Jawabku gak percaya sambil ngaca di ruang tengah rumahku.
“Iya sayang. Itu kenapa?” Tanya mamaku lagi.
“Ha? Hehe.. Gak tau aku mah. Padahal kemaren gak kenapa kenapa loh,” Jawabku meyakinkan mamaku.
“Iya udah. Berangkat sana ! Tar telat loh? Minta anterin mas mu aja iya. Mama lagi repot masak ini,” Kata mamaku menyuruhku segera berangkat.
“Oke, oke mah. Iya udah, berangkat mah ! Assalammualaikum..” Kataku memberi salam sambil mencium tangan mamaku.
“Iya, Waallaikumsalam. ati-ati iya. Suruh mas mu jangan ngebut-ngebut,” Kata mama menyuruhku.
Sampailah aku di sekolah. Pelajaran di sekolah berjalan seperti biasanya. Karena bulan puasa. Jadi gak kerasa, tiba-tiba dah pulang aja.
“Eh Alin ! Ayok keluar. Pengen cepet pulang nih !” Ajak Afik sembari menarik tanganku.
Sampailah kami di depan gerbang sekolah.
“Dah Fik. Daaa.. Afik ! Ati-ati loh iya. Kalau ada aspal jangan diinjek !” Kataku pada Afik.
“Hahahaha.. Peloo Alin Alin ! Melayang lakan aku?” Jawab Afik.
“Hahah.. Iya wes. Sana-sana. Dang pulang. Hus.. hus..” Balasku bercanda.
“Hahaha.. Iyo ond Alin ! Liaten besok. Gak bisa kabur kamu. Iya udah, daaa..” Kata Afik gak terima.
“Hahaha.. Iya, iya. Daaa.. Ati-ati !!” Teriakku.
Seperti biasa, aku nunggu dijempu sama mama di depan gerbang. Kali ini gak lagi detempat tiang itu. Karena tiangnya udah ditempatin orang. Jadi aku nunggu di bawah pohon. Aku sebenernya tadi disuruh nunggu sama sahabat-sahabat ku itu buat pulang bareng. Karena mood-nya masih gak enak sama mereka, jadi aku ninggalin mereka dan minta dijemput. Gak lama, mereka jalan dan mungkin mereka ngeliat aku. Sebenernya aku ini tau duluan dari mereka. Mangkannya, sebagai tupuan, aku pura-pura dengerin lagu. Jadi biar dikira enggak tau. Mereka sempet berenti ditengah jalan buat manggil aku. Tapi aku tetep aja gak mau noleh ke mereka.
“Alin !!” Tiba-tiba Gita ada di sebelahku.
“Apa?” Jawabku agak kaget.
“Kamu marah tah sama Felanda?” Gita langsung ngajuin pertanyaan.
“Enggak tuh. Kenapa mang?” Jawaban ku santai.
“Yang bener? Harus jujur kamu Alin?” Gita masih aja ngetet sama pertanyaannya.
“Iya Allah. Iya beneran. Gak !?” Masih pada jawabanku.
“Sumpah !!? Lah seng masalah di Facebook itu gimana?” Gita ngasih pertanyaan lagi.
“Oh. Yang itu. Gak tau.” Jawabku agak sewot.
“Loh Alin ! Seng serius !? Kamu marahkan sam Felanda.” Masih dengan pertanyaannya.
“Enggak. Aku gak marah. Cumaann..?” Jawabanku gak selesai.
“Cuman apa? Yang serius Alin ! Felanda gak enak tuh sama kamu.” Balas Gita.
“Iyah, cuman gak suka aja. Masa sahabatnya lagi curhat di ejek !” Akhirnya aku jujur.
“Ooh,” Jawab Gita cuek sambil menarik tanganku.
“Kemana?” Tanyaku.
“Iya udah. Ikut aja.” Gita masih menarik tanganku dan membawaku ke sahabatku yang lain.
“Nah, Fel sini ! Gini loh maksutnya Alin, dia itu gak marah sama kamu Fel, Alin ini cuman gak suka aja kamu ngomong kayak gitu. Jadi intinya Alin itu mau di perhatiin juga.” Gita menjelaskan panjang lebar.
“Bukan ngomong kayak gitu. Tapi ngejek !!” Aku masih aja gak terima.
“Iyo, itulah.” Balas Gita cuek.
“Alin maaf iya. Aku cuma mau bercanda.” Kata Felanda sambil tertawa agak kecil dan mengulurkan tangannya.
“Hem? Iya, gak papa.” Balasku sambil tertawa kecil dan membalas uluran tangannya.
“Yeee.. Hahahaha... Aku jadi pemer satu.” Kata Gita PD.
“Hahaahahhahah..” Kami tertawa bersama.
“Rek ! Omong-omong aku punya cerita !?” Kata Gita memberi tau.
Setelah aku dan Felanda bermaafan. Kami balik kayak biasanya. Dengerin cerita terbaru dari salah satu diantara kami. Karena itulah persahabatan kami semuanya berjalan seperti dulu. Kami seneng-seneng. Cerita-cerita dan ketawa bareng-bareng lagi.
”Dan isi hati ku yang sebenernya pasti kalian enggak tau. Mungkin saat ini aku bisa sama kalian terus. Dan waktu yang akan datang? Aku gak tau pasti. Tapi entah, aku merasa gak bisa buat kehilangan kalian,” Kataku dalam hati setelah berhenti tertawa dan menatap wajah mereka yang sangat membuat hati ku tenang.
J Catatan Dari Penulis <Aliin> J
Semoga bisa dinikmatin yak cerpen buatan ku di atas itu. Dan asal tau, cerpen yang aku bikin itu nyata loh.. Real !? dan dialog-dialog itu beneran gak ada yang aku tambah-tambahin ataupun sebaliknya. Dan kejadian itu bertepatan pada waktu aku masih kelas 8 sih kalau gak salah. Hehehe..
Karya :: Alinda Kusumawardani <alias saya sendiri>
0 komentar:
Posting Komentar